Wayan Sudhirta: Pembentukan TPPT untuk pengendalian yang lebih efektif

Dunia-Ilmu.com, JAKARTA — Menurut Komisi III DPR RI PDI Perjuangan Seksi 1 Wayan Sudirta, pembentukan Tim Penanggulangan Terorisme (TPPT) adalah untuk mengefektifkan cara penanggulangan saat ini.

Menurutnya, TPPT disusun berdasarkan rancangan peraturan DPR RI tentang Kelompok Pemantau Terorisme di DPR RI.

Di tahun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme Negara Tahun 2002 Pemberantasan Tindak Pidana DPR RI, Pasal 43 J. – Kelompok Pengendali Teroris.

Rancangan Peraturan DPR RI tersebut antara lain mengatur tentang pembentukan atau susunan kelompok, fungsi, fungsi dan wewenang kelompok, hak dan kewajiban, serta tata cara penyelenggaraannya.

“Pada kesempatan ini, kami menyambut positif pembentukan rancangan peraturan TPPT dan DPR RI untuk melakukan pengawasan yang lebih efektif terhadap pelaksanaan penanggulangan terorisme oleh penyelenggara antiterorisme berdasarkan undang-undang untuk memberantas pelaku tindak pidana terorisme,” Sudirta kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).

Serangkaian tindakan kontraterorisme meliputi pencegahan (kesiapsiagaan nasional, kontra ekstremisme dan ekstremisme), pemberantasan (eksekutif dan penegakan hukum), dan perlindungan korban (memulihkan hak-hak korban).

“Hingga saat ini Komisi III DPR RI telah melaksanakan tugas pengawasan terhadap mitra kuasa dalam pencegahan tindak pidana terorisme seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. (LPSK),” kata Sudirta.

Baca juga: Comgene Paul Boy Raffley: Memerangi Terorisme dalam Pertahanan Internasional

Namun, kata Sudirta, Komisi III telah mendengar banyak keinginan dari masyarakat, yang masih sering mempersoalkan berbagai persoalan yang terjadi, seperti mengambil atau mengambil tindakan yang dapat melanggar hak asasi manusia, tidak efektifnya program deradikalisasi, dan repatriasi. Hak-hak korban terorisme masih sering digagalkan.

Sudirta menambahkan, “Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Program Rehabilitasi Korban Terorisme.” Kita telah melihat tahun 2020.

Undang-undang ini merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU Perlindungan Saksi dan Korban) dan merupakan undang-undang turunan dari Undang-Undang Nomor 31.

Tahun 2003 UU No 15 tentang perubahan, PP tahun 2002 UU No 1 Tahun 2002 UU No 1 Tahun 2002 UU No 1 tentang penghapusan tindak pidana terorisme (UU Tindak Pidana Terorisme) diubah menjadi UU No 5.

“Kami mendengar PP Nomor 7 Tahun 2018 masih menimbulkan masalah di lapangan dalam memberikan santunan kepada korban serangan teror,” tambah Sudhirta.

Di tahun Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 mengatur tentang kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme. Pasal 44B mengatur pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikologis, kompensasi dan kompensasi kepada korban kejahatan.

“Oleh karena itu, kelompok ini diharapkan dapat mengontrol, memantau, dan memfasilitasi seluruh program penanggulangan terorisme, termasuk rehabilitasi mantan korban teror,” jelas Sudirta.

Sumber artikel =https://www.tribunnews.com/nasional/2022/11/15/wayan-sudirta-pembentukan-tppt-agar-pengawasan-lebih-efektif

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

POST ADS1

POST ADS 2