Dunia-Ilmu.com, JAKARTA – Anggota Komisi III Partai Rakyat Demokratik meminta pemerintah menyamakan RKUHP dengan hukum yang hidup atau hukum adat di masyarakat.
Tawfiq Basari, anggota ke-3 komisi tersebut, dalam diskusinya dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, berkomentar menempatkan hukum adat tidak hanya sebagai delik, tetapi juga sebagai sanksi adat.
“Kami ingin memasukkan living law ke dalam hukum pidana, maka saya usulkan living law ini bukan delik adat, tapi sanksi adat,” kata Tobas, panggilan akrabnya, dalam pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. . Rabu (11/09/2022).
“Jadi yang bisa dikenakan padanya bukan delik tidak tertulis tapi sanksi adat,” imbuhnya.
Dengan demikian, nanti, sebagaimana dijelaskan Tawfiq, ini dapat dianggap sebagai undang-undang untuk mendefinisikan tindak pidana yang diancam dengan sanksi adat.
Baca juga: Komisi III DPR mengusulkan penambahan pasal rekayasa kasus pidana ke dalam RKUHP
“Saya usul agar dimaknai ulang agar tidak menjadi sandera persoalan asas hukum yang akan menjadi persoalan di kemudian hari,” kata Tobas.
Tak hanya Tobas, Nasir Djamil, anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengatakan hukum adat tidak boleh dianggap enteng.
Apalagi dalam praktiknya sulit untuk mengusut masalah atau konflik dengan hukum adat.
Baca juga: DPR III akan rapat dengan Menkumham hari ini, apakah RKUHP akan segera disahkan?
“Di bidang yang berhubungan dengan kepolisian, sementara polisi termasuk dalam hukum pidana, masyarakat mengatakan harus diselesaikan dalam Perda No. 9 2009. Pengelola desa mengeluh tentang bagaimana menyelesaikan perselisihan ini. Jangan biarkan. Pengakuan pemerintah di lapangan tidak konsisten dan kontradiktif,” kata Nasir.
Karena itu, Nasser meminta pemerintah memfasilitasi hak-hak masyarakat adat, yakni hukum budaya.
Ia berharap ke depan tidak ada hubungan yang sama antara hukum adat dan hukum nasional.
Usai pertemuan, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hayri mengatakan usulan anggota Komisi III DPR tentang hukum adat memang menjadi perdebatan.
Baca juga: Wamenkumham: Komentar Dewan Pers tentang RKUHP akan segera dibahas dengan Komisi III DPR.
Namun di satu sisi, RKUHP sendiri masih dijadikan sebagai bahan pembahasan untuk dilengkapi dan disempurnakan.
“Tentu saja ini kontroversial. Pertama, ada kata delik, tidak harus pidana, bisa perdata. Harus ada pelanggaran sebelum ada sanksi,” kata Edwards.
“Tapi saya kira ini akan menjadi topik pembahasan, tapi kita sudah mengambil apa yang sudah disahkan. Jadi itu topik yang perlu dibahas,” ujarnya.
Sumber artikel =https://www.tribunnews.com/nasional/2022/11/09/komisi-iii-dpr-minta-rkuhp-dapat-sinkron-dengan-hukum-adat